Krisis dan Kecemasan Kolektif

Oleh: Nelson Sihaloho
Rasional
Sukarno,
presiden pertama Republik Indonesia, pernah berkata, bahwa negara kesatuan
Indonesia adalah jembatan emas untuk menciptakan masyarakat yang adil dan
makmur untuk semua, tanpa terkecuali.
Krisis yang melanda dunia akhir-akhir
ini selain ditandai
dengan melonjaknya harga minyak dunia dari level US$120 per barel hingga
melonjak level US$126
per barel beberapa tahun silam membuat para pemimpin dunia pusing
memikirkan bagaimana agar keluar dari krisis minyak dunia itu. Selain itu
munculmkecemasan kolektif terhadap masyarakat dunia yang menimbulkan terjadinya
krisis global. Kecemasan kolektif apabila berlanjut bisa menimbulkan potensi
munculnya perang, huru hara, unjuk rasa di berbagai Negara dan akibat paling
buruk timbulnya perang saudara berkepanjangan. Pergerakan harga minyak yang terus
menunjukkan trend kenaikan, membengkaknya kredit macet sektor properti,
melonjaknya kartu kredit yang tak tertagih, telah menyebabkan kecemasan
kolektif warga dunia. Adanya kelompok-kelompok yang mengancam keamanan Negara juga berpotensi
besar menimbulkan kecemasan kolektif pada rakyat. Kecemasan kolektif ini
diyakini paling berbahaya dan harus diprioritaskan oleh Indonesia untuk diatasi
dengan menciptakan stabilitas yang sehat dan dinamis. Beban-beban yang dipikul
rakyat akibat terjadinya berbagai krisis selain menimbulkan kecemasan juga berpotensi rakyat akan melakukan perlawanan
terhadap para pemimpin pemimpin bangsa. Ketidakadilan yang terjadi pada suatu
bangsa apabila dibiarkan berlarut-larut bisa memicu perlawanan dari
kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan mobilisasi massa. Kecemasan kolektif
dalam pendidikan secara lingkup nasional seperti pelaksanaan Ujian Nasional
(UN) SD hingga SMA/K hanya terjadi pada saat menjelang/pengumuman UN usai. Wilayah-wilayah
yang rentan terjadinya gempa, letusan gunung merapi, banjir bandang akibat
gundulnya kawasan hutan, banjir tahunan, kebakaran hutan juga berpotensi
menimbulkan kecemasan kolektif termasuk trauma terhadap penduduk. Naiknya
harga-harga sembako menjelang moment penting membuat rakyat semakin pusing
memikirkan kebutuhan-kebutuhan yang dipersiapkan untuk merayakan moment-moment
penting itu. Banyak ahli yang mendefenisikan tentang kecemasan. Kecemasan dalam bahasa
Inggris “anxiety” dalam bahasa Latin“angustus” yang
berarti kaku, dan “ango, anci”yang berarti mencekik. Menurut Sigmund Freud ahli
Psikoanalisa (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi
ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya
sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi
sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada
kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya
itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.
Konsep kecemasan memegang peranan yang
sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri (Lazarus,
1961). Menurut Post (1978), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem
syaraf pusat. Sbagaimana digambarkan oleh Freud (dalam Arndt, 1974)
mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang
diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan
pernafasan. Menurut Freud, kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang
tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah
reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya. Sedangkan Lefrancois (1980)
menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang
ditandai dengan ketakutan. Menurut Lefrancois, pada kecemasan bahaya bersifat
kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya
perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Nevid (2005),
menyatakan bahwa kecemasan dapat menjadi reaksi emosional yang normal
dibeberapa situasi, tetapi tidak disituasi lain. Lazarus (1991) menyatakan
bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi.
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan,
kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi.
Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang
perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas
sering kali ada. Rasa cemas adalah perasaan tidak menentu, panik, takut, tanpa
mengetahui apa yang ditakutkan dan tidak dapat menghilangkan perasaan gelisah
dan rasa cemas tersebut.
Kecemasan Kolektif
Pemilihan Umum (Pemilu) seringkali menjadi ajang
munculnya kecemasan kolektif dimana pemilihan presiden, gubernur, walikota,
bupati dibumbui dengan korupsi, kolusi, maupun nepotisme. Fakta yang terjadi
dilapangan seringkali pada setiap persoalan, kita kehilangan fokus tentang akar
masalah sesungguhnya. Banyak pakar dan ahli melakukan analisis panjang dan
mendalam, namun tidak mengetahui dengan tepat akar masalah yang
sebenarnya.
Krisis yang terjadi diberbagai wilayah mengakibatkan masyarakat menderita kecemasan
kolektif, orang hidup terus dalam rasa takut. Hubungan-hubungan sosial yang
membentuk sebuah masyarakat yang sehat pun retak oleh rasa curiga dan prasangka
buruk. Kecemasan
kolektif merupakan suatu masalah. Masalah merupakan tekanan mental atau
kecemasan yang diakibatkan oleh kepedulian yang berlebihan akan masalah yang
sedang dihadapi (nyata) ataupun yang dibayangkan mungkin terjadi (bayangan).
Kecemasan akan mencengkeram kita apabila kita membiarkannya berlarut-larut
dalam diri kita. Menurut
Collins bahwa kecemasan muncul karena
beberapa faktor. Diantaranya adanya Threat (ancaman)
baik ancaman terhadap tubuh, jiwa atau psikisnya (seperti kehilangan
kemerdekaan, kehilangan arti kehidupan) maupun ancaman terhadap eksistensinya
(seperti kehilangan hak). Conflik (pertentangan)
terjadi karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak belakang, hampir
setiap dua konflik, dua alternatif atau lebih dimana masing-masing mempunyai sifat
approach dan avoidance.
Kemudian Fear (ketakutan) kecemasan sering timbul karena ketakutan akan
sesuatu, ketakutan akan kegagalan menimbulkan kecemasan, misalnya ketakutan
akan kegagalan dalam mengahadapi ujian atau ketakutan akan penolakan
menimbulkan kecemasn setiap kali harus berhadapan dengan orang-orang baru. Unfulled
Need (kebutuhan yang tidak terpenuhi) kebutuhan manusia begitu kompleks dan
bila manusia gagal untuk memenuhinya maka timbullah kecemasan. Menurut McMahon
(1986,559) menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab kecemasan dapat digolongkan yakni faktor kognitif., bahwa kecemasan dapat
timbul sebagai akibat dari antisipasi harapan akan situasi yang menakutkan dan
pernah menimbulkan situasi yang menimbulkan rasa sakit, maka apabila seseorang dihadapkan
pada peristiwa yang sama maka yang bersangkutan akan merasakan kecemasan
sebagai reaksi atas adanya bahaya. Faktor Lingkungan, menurut Slavson (1987)
menyatakan bahwa salah satu penyebab
munculnya kecemasan adalah dari hubungan-hubungan dan ditentukan langsung oleh
kondisi-kondisi, adat-istiadat, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kecemasan
dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang amat
cepat, dimana tanpa persiapan yang cukup, seseorang tiba-tiba saja sudah
dilanda perubahan dan terbenam dalam situasi-situasi baru yang terus menerus
berubah. Perubahan ini merupakan peristiwa yang mengenai seluruh lingkungan
kehidupan, maka seseorang akan sulit membebaskan dirinya dari pengalaman yang
mencemaskan tersebut. Kemudian faktor
proses belajar, dimana menurut Mowrer (dalam Goldstein&Krasner, 1988:282)
mengungkapkan bahwa kecemasan timbul sebagai akibat dari proses belajar.
Manusia mempelajari respon terhadap stimulus yang memperingatkan adanya
peristiwa berbahaya dan menyakitkan yang akan segera terjadi. Greenberger &
Padesky (2004,212) menyatakan bahwa kecemasan berasal dari dua aspek, yakni
aspek kognitif dan aspek kepanikan yang terjadi pada seseorang. Aspek kognitif, meliputi kecemasan disertai
dengan persepsi bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau
rentan dalam hal tertentu, sehingga gejala fisik kecemasan membuat seseorang
siap merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan terjadi. Ancaman
tersebut bersifat fisik, ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara
fisik. Ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan
menjadi gila atau hilang igatan. Ancaman sosial terjadi ketika seseorang
percaya bahwa ia akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan.
Pemikiran
tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering kali memprediksi
malapetaka. Pemikiran tentang kecemasan sering dimulai dengan “bagaimana sesuatu
yang direncanakan berakhir dengan kekacauan”. Pemikiran tentang kecemasan juga sering
meliputi citra tentang bahaya dimana pemikiran-pemikiran tentang masa depan semuanya
memprediksi hasil yan buruk. Aspek lainnya adalah aspek kepanikan. Panik merupakan perasaan cemas atau takut
yang ekstrem. Rasa panik terdiri atas
kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda. Seringkali rasa panik ditandai
dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri seseorang yang
menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan saat gejala-gejala fisik,
emosi, dan pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran
ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta merangsang keluarnya adrenalin.
Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta emosional yang lebih intens
yang terjadi bisa menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat
kepanikan telah terjadi sebelumnya.
Hindarkan Kekerasan Kolektf
Stuart W Twemlow dan Frank C. Sacco dalam buku Collective
Violence menjelaskan tentang jenis-jenis tindak kekerasan kolektif yakni Mob violence,
Gang violence, Syndicated Crime, Domestic Terroris, Lethal Violence by the
Government, Genocide. Mob violence seperti kerusuhan memiliki
karakteristik yang umum, yaitu emosional, irasional dan like-mindedness.
Dalam American Psychological Association disebutkan enam (6)
karakteristik mob violence. Pertama,
kerusuhan seperti gang participation menyediakan kebutuhan psikososial,
kedua, data partisipan kerusuhan biasanya adalah pemuda dan remaja, ketiga, hal
yang tipikal adalah partisipan dalam kerusuhan bukanlah kriminal ataupun
penyimpang. Keempat individu yang kehilangan memainkan peranan yang penting
untuk yang lain berpartisipasi, kelima, anggota memasuki proses pergantian
dalam kontinuum destruksi. Kekerasan dapat berjalan secara cepat melalui proses
penularan serta keenam, orang-orang yang berdiri didekatnya atau penonton
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi melalui tindakan atau pasif. Semakin
penonton bertindak seperti mob, semakin besar potensi pengaruhnya. (tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber relevan, penulis: guru SMPN 11 Kota Jambi).
No comments:
Post a Comment