Isu-Isu Strategis Pendidikan
Kita
Oleh: Nelson Sihaloho

Isu-isu mutakhir dan urgensial yang perlu dikritisi
tentang pendidikan kita adalah peningkatan mutu, pemerataan akses serta efisiensi
anggaran. Di satu sisi mutu pendidikan terkait langsung dengan kualitas guru
dan tenaga kependidikan baik itu kepala sekolah, pengawas. Kurikulum, metode
pembelajaran, bahan ajar, alat bantu pembelajaran serta manajemen sekolah.
Lyn Haas (Haas, 1994: 21) menjelaskan, bahwa
lembaga-lembaga pendidikan sekarang harus dapat memenuhi beberapa kualifikasi
ideal, yakni pendidikan untuk semua; memberikan
skill dan keterampilan yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini. Penekanan
pada kerjasama, pengembangan kecerdasan ganda; integrasi program pendidikan dengan kegiatan
pengabdian pada masyarakat, agar mereka memiliki kepekaan sosial. Fakta
dilapangan justeru semakin berkembang tingkat kriminalitas, masalah kenakalan remaja akibat imbas dari
perkembangan teknologi yang pada akhirnya perlu dipertanyakan apakah kenakalan
remaja itu menjadi tugas guru?
Apakah guru juga ikut andil dalam menciptakan kriminalitas dan
kenakalan remaja di negeri ini? Apakah guru juga ikut andil dalam menciptakan
ketimpangan dan kesenjangan dalam lapangan pekerjaan? Apakah guru juga ikut andil dalam menciptakan
terjadinya krisis serta pengangguran di negeri
ini?
Masalah
Urgensial
Masalah
sumber daya manusia (SDM) merupakan problem yang paling mendasar dalam
menghadapi persaingan ekonomi global. Tingkat persaingan pasar tenaga kerja semakin
lebih kompetitif bahkan kualitas SDM
memiliki urutan teratas dalam seleksi dunia kerja termasuk didalamnya selera
global. Proses transaksi yang semakin cepat dengan “less papers/documents” dapat
mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin canggih.
Kegiatan
bisnis korporasi (bisnis corporate) yang mengarah pada meningkatnya
ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman
transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa,
aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan tenaga
kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Keunggulan
kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang mendasar dan harus
dilakukan dalam dunia pendidikan kita. Realitas globalisasi yang membawa
sejumlah implikasi terhadap pengembangan SDM di Indonesia wajib dilakukan.
Salah
satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan saat ini yakni pendidikan
merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Beberapa isu strategis lainnya bahwa
problem utama dalam pembangunan SDM adalah terjadinya missalocation of human
resources. Belum lagi tentang program Milenium
Development Goals (MDGs) dan akan berakhir tahun 2015 ditandatangani oleh 189 negara pada September 2000.
Komitmen
bersama terhadap pemenuhan hak- hak dasar manusia, dirumuskan dalam delapan tujuan MDGs itu yakni penghapusan
kemiskinan (Eradicate extreme poverty and hunger), pendidikan
untuk semua (Achieve universal primary
education), persamaan gender (Promote gender equality and empower women), perlawanan terhadap penyakit (Combat HI V/AIDS, malaria, and other
diseases), penurunan angka kematian anak
(Reduce child mortality), peningkatan kesehatan ibu (Improve Maternal Health), pelestarian lingkungan hidup (Ensure Environmental Sustainability)
serta kerja sama global (Develop a global partnership for
development).
Pendidikan
mempunyai perang penting, karena pendidikan mampu meningkatkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas, menyambungkan petensi peserta didk gar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berahklak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratif
serta bertanggung jawab. Banyak para
para dan ahli pendidikan mengungkapkan bahwa terhambatnya peningkatan
pendidikan di Indonesia disebabkan tidak fokusnya arah peningkatan pendidikan
itu sendiri. Perlu disadari bahwa kualitas pendidikan akan jauh lebih penting
apabila dibandingkan dengan pembangunan gedung-gedung, sumber daya alam yang
tersedia di masing-masing daerah maupun negara.
Negara-negara
maju di dunia berhasil karena ditopang oleh SDM berkualitas sehingga memiliki
keunggulan hampir di semua bidang, termasuk ekonomi. Menurut sejumlah ahli, pendidikan
merupakan salah satu elemen paling penting dalam membangun kesejahteraan bangsa
dalam teori pembangunan konfensional. Sebab di Indonesia, masalah pendidikan
yang berkualitas belum mendapat perhatian secara professional. Bahkan teori ini masih meyakini sumber pertumbuhan
keterampilan itu terletak konsentrasi modal fisik yang diinvestasikan dalam
suatu proses produksi seperti pabrik dalam alat produksi modal fisik termasuk
juga pembangunan infrastruktur transportasi, komunikasi, dan irigasi
untuk mempermudah transaksi kreativitas.
Pendidikan yang tidak bermutu hanya menghasilkan
manusia yang cerdas dari sisi olah pikir (kognitif), tapi tidak cerdas untuk
sisi sosial, emosional, dan spiritualnya dan cenderung perilakunya menyimpang, sehingga dalam lingkup sekolah kerapkali terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Mereka oknum
Kepala Sekolah dan Guru hanya
memikirkan dan memperkaya diri dan kelompoknya, dan meninggalkan kaum papa yang
mengharapkan uluran tangan mereka. Pendidikan yang tidak berkualitas hanya
menghasilkan manusia-manusia pintar yang hanya pintar membodohi sesamanya, dan
cerdas merampok bangsa dan negaranya.
SDM dan
Kompetensi Guru
Ubrodiyanto
(2007) menemukan beberapa kendala didalam tataran praktis pengembangan kualitas
guru yakni;pengembangan kualitas guru merupakan investasi yang hasilnya tidak
bersifat instant atau merupakan investasi jangka panjang (long-term
investment). Pengembangan kualitas
guru mengarah kepada peningkatan soft skill yang tidak berwujud secara
fisik. Pengembangan kualitas guru menuntut perencanaan dan pelaksanaan program
yang berkesinambungan.
Rawan
terjadinya pembajakan atas guru dan tenaga kependidikan yang telah dilakukan up
grade oleh institusi-institusi lainnya dengan berbagai motivasi. Pendidikan
yang bermutu memiliki kaitan ke depan (forward linkage) dan kaitan ke
belakang (backward linkage). Forward linkage berarti bahwa
pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa
yang maju, modern, dan sejahtera.
Sedangkan
Backward linkage berarti bahwa pendidikan yang bermutu tergantung pada
keberadaan guru yang bermutu, yaitu guru yang profesional, sejahtera, dan
bermartabat.
Salah
satu upaya yang telah dilakukan berkaitan dengan faktor guru adalah lahirnya
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kedua
regulasi tersebut merupakan kebijakan pemerintah yang memuat usaha pemerintah untuk
menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Pembaharuan sistem pendidikan tergantung
pada bagaimana guru berpikir dan bertindak. Meskipun kedua regulasi tersebut telah
ditetapkan, namun masih ada berbagai masalah terkait kondisi guru. Diantaranya keberagaman
kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan; belum
adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru; pembinaan yang
dilakukan terhadap guru belum mencerminkan kebutuhan serta kesejahteraan guru
yang belum memadai.
Menurut Danim
(2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia
adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance)
yang memadai. Sekolah menghadapi berbagai tantangan kompetitif terkait masalah globalisasi,
peningkatan profitabilitas melalui pertumbuhan, modal intelektual, teknologi, serta
perubahan yang berkesinambungan. Diperlukan sistem
pengelolaan SDM pendidikan yang bersifat strategis, terintegrasi, saling
berkaitan, dan bersatu-padu melalui manajemen SDM pendidikan berbasis
kompetensi guru.
Kompetensi dapat dipadukan dengan soft skill, hard
skill, social skill, dan mental skill (Hanafi, 2007). Soft skill meliputi
intuisi dan kepekaan SDM. Hard skill meliputi pengetahuan dan
keterampilan fisik SDM. Social skill meliputi keterampilan dan hubungan
sosial SDM serta Mental skill meliputi
mental SDM.
Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan
berkaitan dengan efektifitas kinerja individu di dalam pekerjaannya (Mitrani et
al, 1992). Spencer dan Spencer (1993)
membagi kompetensi atas dua kategori. Pertama, threshold competencies,
yaitu karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat
melaksanakan pekerjaannya. Kedua, differentiating competencies, yaitu
faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.
Kompetensi dapat dipandang dari keadaan yang sebenarnya terkait
dengan individu dan pekerjaannya (Moqvist, 2003). Sementara itu, Holmes (1993)
mengatakan bahwa kompetensi
dapat dijelaskan dengan kondisi di mana seseorang bekerja dalam
bidang pekerjaan tertentu yang seharusnya mampu dilakukan. Supaya dapat melakukan
sesuatu dalam pekerjaannya, seseorang harus memiliki kemampuan (ability)
dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
keteram-pilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Kondisi kerja yang baik akan membuat guru diterima dan nyaman
dalam bekerja sehingga guru bekerja sukarela dan tanpa paksaan. National
Board for Professional Teaching Standards (2002) telah merumuskan
standar kompetensi bagi guru di Amerika yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan
sertifikasi guru, dengan rumusan “What Teachers Should Know and Be Able To
Do”. Hanafi (2007) menjelaskan beberapa manfaat yang dapat diterima dengan
adanya peta kompetensi guru. Diantaranya sekolah dapat mengetahui guru mana
yang siap mengisi posisi tertentu yang sesuai dengan kompetensi yang dituntut
serta bagaimana cara untuk menarik atau menyeleksi calon guru, baik dari dalam sekolah
maupun dari luar sekolah.
Sekolah dapat mengetahui arah pengembangan guru, bukan hanya
sekedar ikut tren pengembangan guru yang ada, tetapi benar-benar mengembangkan guru
sesuai dengan kebutuhan kompetensinya; sekolah dapat lebih adil dalam memberikan
kompensasi guru. Sekolah dapat menyusun perencanaan karier yang lebih pasti bagi
gurunya serta sekolah dapat menilai kinerja guru secara lebih adil. Mengutip
pendapat dan hasil penelitian Goleman (1996) yang berkata bahwa apabila bagian
otak yang digunakan untuk merasakan telah rusak, maka individu yang bersangkutan
tidak dapat berpikir secara efektif.
Agar kinerja guru dapat meningkat serta mencapai standar
kompetensi tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Manajemen kinerja guru berkaitan erat dengan tugas kepala
sekolah melakukan komunikasi yang berkesinambungan melalui jalinan kemitraan dengan
seluruh guru di sekolahnya. Ada tiga alasan mengapa seleksi guru penting
yakni, kinerja kepala sekolah selalu
tergantung pada kinerja guru. Penyaringan guru yang efektif penting karena biaya merekrut dan mempekerjakan
guru mahal serta adanya implikasi yang sah dari seleksi guru yang tidak efektif
atau guru yang tidak cakap.
Keunggulan Bersaing Sekolah
SDM merupakan sumber pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
terakumulasi di dalam diri anggota organisasi (Hanafi, 2007). Kemampuan
tersebut harus terus diasah dari waktu ke waktu dan sekolah terus mengembangkan
keahliannya sebagai pilar agar selalu memiliki keunggulan bersaing. Wherter and
Davis (1993) mengatakan bahwa SDM di dalam konteks manajemen adalah orang yang siap,
mau, dan mampu berkontribusi kepada tujuan organisasi. Sumber daya sekolah terdiri dari aset berwujud
(tangible) maupun aset tidak berwujud (intangible) seperti kemampuan,
proses organisasi, informasi, atribut, dan pengetahuan sekolah. Para pemimpin di dalam organisasi menghadapi
tantangan kompetitif berkaitan dengan globalisasi, peningkatan profitabilitas melalui
pertumbuhan, modal intelektual, teknologi, dan perubahan secara kontinu
(Ulrich, 1996).
Keunggulan bersaing diciptakan melalui efisiensi, kualitas produk,
dan inovasi (Hill dan Jones, 1998). Di dalam menciptakan keunggulan bersaing
yang berkelanjutan, sekolah membutuhkan
dukungan pimpinan sekolah dan karyawan berkualitas. Pimpinan sekolah harus dapat
mengembangkan kompetensi, inovasi, kreatifitas, serta berperan sebagai agen perubahan
dan melihat fungsi-fungsi SDM sebagai sumber keunggulan bersaing. Sekolah harus mampu memegang kendali dirinya
sendiri serta dapat menciptakan pasar di masa depan jika lebih dahulu tiba di
masa depan, sehingga diperlukan pemimpin sekolah yang dapat meramu visi dan
misinya, SDMnya, dan strategi bersaingnya untuk dapat menciptakan organisasi
sekolah berkelas dunia (Hamel dan Prahalad, 1995).
Untuk mencapai organisasi sekolah berkelas dunia, Walker (1994)
menyebutkan bahwa ada
empat karakteristik utama yang harus dipenuhi oleh fungsi SDM agar
dapat mendukung keunggulan bersaing da bisa diterapkan dalam dunia pendidikan.
Karakteristik itu antara lain mengintegrasikan kegiatan SDM pendidikan dengan
strategi organisasi sekolah; mengintegrasikan proses SDM pendidikan dengan
proses manajemen SDM sekolah; mengintegrasikan
fungsi SDM pendidikan dengan organisasi sekolah serta mengintegrasikan
cara pengukuran SDM pendidikan dengan cara pengukuran organisasi
sekolah secara keseluruhan.
SDM dapat memberi kontribusi bagi keunggulan bersaing sepanjang hal
tersebut memperkuat perilaku peran yang dapat memberikan hasil yang
meminimumkan biaya, mendorong diferensiasi atau keduaduanya (Schuler dan
Jackson, 1996). Menurut Michael Porter bahwa
untuk mencapai keunggulan bersaing, ada tiga macam alternatif strategi yang
dapat digunakan. Strategi tersebt yakni strategi inovasi pendidikan, strategi
kualitas pendidikan serta strategi
pengurangan biaya pendidikan.
(Tulisan ini dihimpun dari
berbagai sumber relevan: penulis tinggal di kota Jambi).
No comments:
Post a Comment